Beberapa hari belakangan ini kamar rasanya amat gerah. Tiap
mau tidur, saya seperti hendak dipanggang di oven raksasa. Selalu saja gembrobyos. Walhasil, transisi menuju
dunia mimpi membutuhkan waktu yang agak lama.
Seharian tadi lumayan melelahkan. Dihajar ujian 2 mata
kuliah dan pepanasan ngalor-ngidul, membuat saya harus tumbang di tempat tidur
saat ini. Biasanya jam segini sik masih
berkeliaran di luar rumah atau malahan baru ke luar rumah.
Siang tadi, ngenthang-ngenthang,
saya bersama kawil keliling jogja buat mencari tenda. Maksudnya menyewa.
Ceritanya besok Jumat-Minggu anak Keadilan mau main ke Gunung Lawu. Kebetulan
saya, Kawil dan Mas Bobi kebagian PJ Perlengkapan. Jadi, tanggung jawab
perlengkapan ada di pundak kami bertiga.
Hari Kamis sampai Minggu adalah weekend panjang, artinya siap-siap susah cari sewaan alat. Itu
pikiran kami sebelumnya. Benar saja, dua lapak yang kami tanyai serempak
berkata: Tenda untuk jumat-minggu kosong. Artinya sudah dipesan orang. Artinya
kami harus mikir mau cari sewaan dimana.
Untung masih ada satu lapak persewaan yang masih menyisakan
tendanya untuk kita. Walaupun nggak sesuai
yang kita harapkan, paling tidak ada sepercik asa untuk tidur nyaman weekend
besok.
Tatkala saya mau fixasi pesanan tenda sama mas Baskara
(kalo gak salah), sms dari mas bobi masuk. Bunyinya gini, ”Udah balik dulu aja. Nanti diobrolin
lagi.”. Akhirnya dengan muka nggonduk
(campuran kecewa dan malu) saya pamitan sama mas Baskara.
Kami menuju Lapangan Sidokabul tempat mas Bobi dan
teman-teman nongkrong. Kami memang sering menghabiskan sore di tempat ini. Makan,
ngopi atau ngobrol hingga senja tiba. Kadang-kadang kami juga disuguhi pesta
rakyat kecil-kecilan: sepakbola warga. Seru sekali menontonnya.
Juga sering diramaikan anak-anak 15-an tahun yang sedang
berlatih SSB di Sidokabul ini (Sekolah Sepak Bola).
Kebetulan sore itu
anak-anak SSB sedang latihan. Ramai sekali.
Setelah ngobrol sama Mas Bobi dan saya sampaikan hasil ngalor-ngidul tadi, fokus pandangan saya berpindah ke
kerumunan anak SSB yang sedang latihan. Dengan seragam kebanggan hijau-muda, mereka
tampat riang gembira. Tak satupun dari mereka yang tampak memperlihatkan
rautmuka sedih..
Memang tidak ada yang lebih menyenangkan daripada bercengkrama
dengan sebayanya saat seusia mereka.
Ditengah pelamunan ini, saya teringat seorang loper koran seumuran anak-anak SBB yang saya jumpai beberapa jam
sebelumnya. Ia sedang setengah duduk bersandar di tiang trafik sebelah selatan
perempatan Pasar Sentul. Koran yang ia bawa masih setebal
kamus KBBI.
Bibirnya yang kering menandakan ia sedang dahaga. Topi
yang ia kenakan juga tak mampu mengurangi derasnya keringat didahinya. Malahan
semakin deras. Namun ditengah semua itu, ia tampak tenggelam dalam lamunannya.
Kali ini ia tak beranjak sedikit pun dari posisinya hingga
saya meninggalkan perempatan itu. Mungkin, lamunannya sedang dipenuhi
layang-layang yang berterbangan. Mungkin juga sedang diramaikan senda-gurau
teman sebayanya yang sedang bermain bola. Atau mungkin, lamunannya sedang mendongengkan
dia tentang sebuah mitos: dongeng sebelum tidur dari seorang Ibu kepada
anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar