Dongeng buat Adik (1)

, , No Comments
Teruntuk adikku yang manis.

Duduklah. Sementara ini tinggalkan mainanmu. Untuk kali sekarang baiknya kau dengarkan sedikit dari yang kakakmu ingin bicarakan. Ini perlu. Seperlu kau memperlakukan mainan tersayangmu agar tetap menjadi barang terbaik. Selalu bersih. Tak boleh ada lecet sedikitpun di permukaannya. Supaya kau dapati mainanmu selalu enak di pandang. Supaya selalu kau banggakan.

Sudah kau duduk? Ayolah, sebentar saja. Kali ini tidak akan banyak menyita kemesraanmu dengan mainan kesayangan milikmu. Kemarin aku sudah berjanji padanya, tidak akan bicara lama-lama padamu. Tidak akan mengganggu waktumu dengannya. Ia menggangguk. Pertanda persetujuan darinya. Bagaimana denganmu? Tentu kau sependapat dengannya bukan?

Aku akan langsung memulainya saja. Awalnya aku akan bercerita. Kau suka cerita bukan? Tidak? Iya? Oh, baiklah kalau begitu. Aku tak jadi bercerita. Melainkan dongeng. Pasti kau senang mendengarkan dongeng.

Syahdan,di suatu negri pada suatu ketika hiduplah seekor anak kuda. Ia hidup bersama ayah dan bundanya. Ia adalah anak satu-satunya dari kedua orang tuanya. Ya, betul sekali adikku termanis. Ia belum mempunyai adik.

Ia tinggal di sebuah rumah sederhana bagi sebuah keluarga kuda.
Ia bersama keluarga hewan lainnya hidup dalam sebuah negeri hewan yang amat luas. Wilayahnya berpulau-pulau. Terdiri dari beribu selat, semenanjung dan teluk. Gunung-gunung pun berderet akur sepanjang wilayah. Mata air dapat dijumpai, semudah perjumpaanmu dengan mainan barumu. Air sungai nan bening bak permenpun senantiasa terus menerus mengaliri alirannya. Kerajaan ini memang teramat istimewa. Tiada yang kurang dalam hal keindahan dan kekayaan alamnya. Sempurna. Hampir sebanding dengan surga. Hingga pembijak negeri ini pernah berkata, “mungkin Tuhan sedang bahagia ketika mencipta tempat ini”.

Bisa kau bayangkan tempat itu, dik? Apabila sulit, coba bayangkan ketika kau sedang berada di taman mainan yang luas dan segala bentuk mainan kesukaanmu tersedia disana. Kau boleh ambil apa saja disana. Kau boleh memainkannya sekehendak hatimu. Sesukamu. Apapun itu. Bukankah menyenangkan hidup di taman semenyenangkan itu?

Nah, Ia juga senang bermain. Seperti kau, dik. Ia juga memiliki mainan yang paling disukainya. Hanya mungkin berbeda bentuk mainannya denganmu. Kalau mainan kesayanganmu berbentuk mobil, robot dan barang-barang canggih lainnya. Ia, si anak kuda, senang dengan tempat-tempat yang luas untuk menjadi tempat berlarinya. Ia gemar bermain kejar-kejaran bersama kawan-kawannya. Si anak kuda memang senang berlari sebagaimana nenek moyangnya dulu yang gagah menjelajahi benua.

Hari berjalan dengan perlahan, namun pasti di negeri itu. Semua hal yang menyenangkan seperti tak enggan-enggannya berhenti berkembang. Tunas melati telah tumbuh menjadi seperdu melati dewasa nan anggun. Membuat seluruh seisi negeri senantiasa bersyukur akan keagungan-Nya. Burung-burung parkit semakin hari semakin lincah kicaunya. Pula dengan katak-katak yang tinggal di balik pegunungan selatan negeri itu, saut menyaut bernyanyi, selalu mengirim kabar gembira seolah-olah harapan akan segala makhluk negeri ini akan senantiasa tersambut oleh mentari esok.

Termasuk si anak kuda. Ia mulai menginjak masa peralihan. Suatu masa yang mengharuskan si anak kuda tersebut harus memilih. Ingin menjadi apakah ia? Apakah ingin menjadi kuda pelari –yang karenanya kecepatan si kuda itu tersohor seantero negeri- nan selalu berlari menghindari terik surya, Lantas ia mendapati tempat berteduh yang sejuk namun sementara, Ataukah ia memilih menjadi seorang kuda yang manusia sebut itu: kuda liar. Yang berlari memang karena ia harus berlari. Yang bertarung memang karena sesuatu hal memang layak dan harus diperjuangkan. Menjadi kuda yang sebagaimana mestinya. Menjadi kuda yang tidak saja benar tapi juga baik.

Hei.. kenapa kau gerak-gerakan kakimu kesana kemari dik? Kau nampak gelisah, kau ingin bertanyakah? Oh.. Tunggu Sebentar.. akan aku jelaskan soal itu. Benar dan juga baik? Apa arti keduanya? Mengapa harus meliputi keduanya? Bukan begitu pertanyaanmu sekaligus kegelisahanmu, dik?

Ini agak rumit namun aku yakin hal ini masih bisa kamu tangkap. Kau adikku yang pandai. Untuk itu bersabarlah dan dengarkan penjelasan tentang hal ini.

Aku hendak mulai dengan mengambil contoh. Dik, adikku yang manis, ketika kau meminjam mainan salah satu kawanmu dan belum puas kau bermain dengan mainan itu ia minta kembali dan langsung merebutnya apa yang kau rasakan? Tentu kau akan kecewa, jengkel, sedih, tidak senang. Tapi apakah yang kemudian kamu lakukan?

Siapapun ketika barang yang ia sukai diambil pasti ia akan kecewa. Termasuk aku. Ketika seseorang mengambil suatu hal yang menjadi kesukaanku aku akan merasakan apa yang kau rasakan, dik. Apabila hal tersebut adalah milikku tentu aku boleh memintanya kembali. Dengan cara yang baik dan terhormat. Namun, tatkala seluruh jalan tersebut sudah ditempuh namun tetap tidak dapat membuatnya mengembalikan suatu hal itu, aku akan mengalah, biarkan ia mengambil barang itu. Karena kata Kyai, sesungguhnya segala hal didunia ini adalah titipan-Nya.

Amat berbeda tentu, apabila hal tersebut adalah bukan milikku. Aku tidak pantas memintanya kembali. Karena hal tersebut bukan milikku. Bukan kepunyaanku. Sampai dititik ini, kata benar tadi sudah jelas. Yaitu tentang boleh atau tidaknya kita mengambil suatu hal yang milik atau bukan milik kita.
Lagipula mengalah juga bukan berarti kalah, dik. Mengkalahkan diri sendiri demi kebaikan bersama lebih mulia daripada menang akan tetapi nilai yang lebih tinggi dari itu: kebersamaan, pertemanan, persaudaran kemudian hilang. Maka dari itu, mulia itu salah satu keindahan. Dan sesuatu yang indah selalu akan kita nilai baik.

Saat kawanmu meminta mainan kesukaanmu itu kembali, ia melakukan hal yang benar. Barang itu adalah miliknya. Ia boleh saja memintanya kembali. Ia benar melakukan itu. 
Akan tetapi, cara yang ia lakukan yaitu dengan merebut itulah yang tidak tepat. Ketidak tepatan disini karena ia tidak memintanya dengan baik-baik, mengetahui apa pendapatmu, dan bagaimana pendapatmu. Sehingga yang ia lakukan membuatmu kecewa. Dan kekecewaanmu dapat membuat persahabatn kalian menjadi tidak erat lagi. Ia tanpa sadar tidak menjaga keindahan persahabatan kalian. Ia tidak mengambil mainannya dengan baik walaupun apa yang dilakukannya benar. Mudah bukan memahaminya?

Namun, kau sudah tentu akan mengembalikan mainannya walau sebesar apapun kekecewaanmu. Juga, setelah penjelasan tadi, aku juga amat yakin, bahwa kelak kau tidak akan memutus persahabatan lagi dengan kawanmu apabila ia melakukan hal yang sama kita bayangkan tadi. Karena itu dik, kaulah adikku yang manis.

***

Rumput-rumput mengering. Kicauan parkit tak riang lagi. Perdu-perdu tertunduk lesu. Seakan serangkaian kejadian pertumbuhan negeri  ini – dan termasuk si anak kuda itu, tidak mendapat restu sang surya. Perubahan terjadi  secepat kuda-kuda pelari yang dikejar terik surya. Bahkan semakin hari semakin mendekati lesatan terik surya yang mengejar si kuda-kuda pelari –selalu terkejar.

Katak tak berkabar gembira lagi. Pertanda tidak wajar bagi seluruh negeri. Lekas seluruh penduduk bertanya-tanya apakah gerangan yang menyebabkan. Sas-sus  menyebar luas. Seluruh yang resah menerka bebas. Dari kemungkinan terkecil hingga kemungkinan terburuk bermunculan. Berduyun-duyun pemuka negeri mencoba membuka kitab ramalan nenek moyang. Apakah ada suatu hal yang membuat Semesta murka?

*Si adik tertidur pulas*


-Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar